Indonesia darurat pendidikan tinggi inklusif.
Fakta menunjukkan hanya sekitar 5 persen disabilitas di Indonesia yang tamat pendidikan tinggi. Sementara itu untuk non disabilitas jumlahnya sekitar 10 persen (2020, Bappenas).
Dua kali lipat dari penyandang disabilitas.
Berdasarkan indeks inklusivitas global, Indonesia menempati urutan 125. Jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina, Vietnam, Singapura dan Thailand. (Inclusiveness, 2020)
Adanya beberapa data di atas sungguh sangatlah miris. Negara menjamin bahwa pendidikan hak semua warga negara. Tetapi masih banyak penduduk yang belum bisa bersekolah tinggi.
Terlebih penyandang disabilitas. Bukan cuma persoalan level pendidikan semata, tetapi juga menyangkut stigma dan fasilitas pendidikan inklusi yang sangat kurang.
Pengertian Pendidikan Inklusi
Menurut Konvensi PBB tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas, pengertian pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menjamin semua orang dapat bersekolah tanpa peduli kedisabilitasannya, ras, dan latar belakang sosial-ekonomi dan budayanya.
Artinya setiap lembaga pendidikan wajib memfasilitasi dan memberikan kenyamanan agar semua orang dapat bersekolah dan menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Sayangnya di Indonesia, hanya sedikit perguruan tinggi yang menaruh perhatian terhadap pendidikan inklusi. Padahal negara sudah punya UU Disabilitas yang menyatakan bahwa akomodasi dan fasilitas publik yang layak untuk disabilitas wajib dibangun.
Menurut Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Tinggi, tingkat partisipasi disabilitas dalam menempuh pendidikan berbanding lurus dengan kualitas pembangunan negara.
Tantangan dan Masalah Penerapan Pendidikan Inklusif di Indonesia
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Lambung Mangkurat mengungkap bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia masih bermasalah.
Data mengenai jumlah disabilitas di Indonesia masih simpang siur. Menurut PBB, ada sekitar 15 persen penyandang disabilitas di tiap-tiap negara.
Sementara itu menurut pemerintah, penyandang disabilitas di negeri ini hanya 5 persen. Dari jumlah tersebut tiga terbanyak adalah disabilitas netra, daksa dan intelektual.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Lambung Mangkurat mengungkap bahwa pelaksanaan pendidikan inklusif di Indonesia masih bermasalah.
Di sini biasanya disabilitas relatif banyak diarahkan untuk mengikuti pelatihan vokasi atau kejuruan seperti memasak, menjahit, dan menenun. Alih-alih menempuh pendidikan tinggi.
Di Kota Palembang, sarana dan prasarana pendidikan untuk disabilitas
relatif sangat sedikit. Rata-rata bangunan kampus bertingkat,
tanpa fasilitas lift, toilet maupun ramp untuk disabilitas daksa.
Berdasarkan penelitian di atas, pemerintah sudah memberikan pilihan bagi disabilitas untuk memilih SLB atau sekolah inklusi. Tetapi sekolah dan universitas yang inklusif belum banyak tersedia. Kebanyakan hanya di kota-kota besar.
Masalahnya banyak universitas dan sekolah yang enggan menerima disabilitas. Kalaupun ada, penerimaan hanya dengan jenis dan derajat kedisabilitasan tertentu.
Alasannya lagi-lagi soal fasilitas dan masih banyaknya tenaga pendidik yang kurang memahami cara mengajar anak-anak disabilitas. Para tenaga pendidik tersebut merasa bahwa pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Diknas Pendidikan setempat masih kurang memadai.
Belum lagi persoalan dengan orang tua anak berkebutuhan khusus itu sendiri. Mereka berpendapat bahwa anak-anak disabilitas tidak boleh disekolahkan dengan anak-anak non disabilitas. Beberapa diantara mereka sampai ada yang merasa tersinggung.
Diskriminasi juga sering terjadi antara rekan sesama siswa atau mahasiswa disabilitas. Bahkan ada yang sampai menjurus kekerasan verbal dan psikis.
Komitmen Anti Diskriminasi Sampoerna University
Sebagai salah satu kampus Internasional di Indonesia, Sampoerna University berkomitmen untuk menjadi kampus inklusi.
Dengan menggunakan kurikulum internasional, Sampoerna University mengusung visi misi untuk menghadirkan pendidikan internasional yang dapat diakses untuk semua kalangan.
Memiliki kurikulum Amerika, Sampoerna University menggandeng University of Arizona dan Broward College untuk mewujudkan lingkungan berbahasa Inggris aktif.
Di samping itu juga menerapkan pendidikan berbasis kepemimpinan, tanggung jawab sosial dan jiwa kewirausahawan yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan kompetensi bekerja. Terbukti menurut bidang kemahasiswaan Sampoerna University, 94 persen alumni telah mendapatkan pekerjaan dalam waktu 3 bulan sejak lulus.
Sampoerna University berkomitmen untuk mengembangkan budaya yang ramah, menghargai dan inklusi, memberdayakan dan melibatkan semua mahasiswa, fakultas, dan staf. Universitas berkomitmen dengan mengintegrasikan keberagaman dan keunggulan inklusif ke dalam proses, struktur, dan praktik organisasinya.
Sampoerna University menegaskan komitmennya untuk merekrut, mendukung, dan mempertahankan komunitas mahasiswa, fakultas, dan staf yang beragam yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip Pancasila dan semangat anti diskriminasi sebagaimana didefinisikan oleh Komisi Amerika Serikat Bidang Kesetaraan Kesempatan.
Pendidikan Inklusif di Sampoerna University Melayani Mahasiswa Berkebutuhan Khusus
Tak hanya di atas kertas, komitmen mewujudkan pendidikan internasional yang inklusif juga telah berlangsung di Sampoerna University.
Sebuah studi kasus yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa Sampoerna University menunjukkan bahwa kampus telah menerima beberapa mahasiswa disabilitas tuna rungu. Disebutkan di sana, studi kasus ini mengambil sampel mata kuliah Bahasa Inggris untuk Tujuan Akademis.
Diceritakan beberapa hambatan mahasiswa disabilitas rungu pada studi kasus tersebut. Diantaranya masalah dalam komunikasi saat penyampaian materi. Mahasiswa disabilitas rungu banyak menggunakan interaksi secara visual dan gerakan melalui bahasa isyarat.
Kecepatan dan intonasi percakapan juga sangat diperhatikan. Terutama untuk kata-kata yang sulit. Dikarenakan mahasiswa disabilitas rungu menangkap pembicaraan melalui gerakan bibir.
Guna mendukung proses pembelajaran, dosen juga menggunakan sejumlah media presentasi dan visual seperti Powerpoint. Selain itu tugas diberikan dalam bentuk instruksi tertulis. Soalnya menurut para dosen tersebut, mahasiswa disabilitas rungu tidak dapat memahami percakapan biasa.
Lihat postingan ini di Instagram
Berbagai metode pengajaran untuk berinteraksi dengan disabilitas penting untuk terus dikembangkan dan disesuaikan dengan kebutuhan mahasiswa itu sendiri.
Selain metode pengajaran khusus seperti di atas, Molzania juga menemukan Sampoerna University telah dilengkapi Digital Sampoerna Library. Mahasiswa disabilitas dapat mengakses buku-buku kuliah secara mandiri. Beberapa buku juga telah tersedia dalam bentuk audio CD dan kasetnya.
Penutup
Adanya pembangunan kampus-kampus inklusi seperti Sampoerna University, akan meningkatkan partisipasi kaum disabilitas menempuh pendidikan tinggi. Sesuai dengan amanah UU Disabilitas no. 8 tahun 2016. Sehingga di sisi lain kontribusi ini akan berimplikasi terhadap indeks pembangunan negara. Disabilitas cerdas negara pun berkelas!
Referensi
|
Wah, keren ya mbak Molly
Sampoerna University ini memiliki kurikulum yang sangat ramah untuk kaum disabilitas ya
Kereen Sampoerna University tidak menganaktirikan inklusi…Sukaa kalau ada kampus yang seperti ini mulai dari kurikulum.yang sudah internasional sampai siapa saja bisa belajar disini …
Dunia pekerjaan emang ketat saat ini persaingannya makanya dibutuhkan SDM yg berkualitas
Sekolah-sekolah dasar di daerah tempat tinggal saya sudah banyak yang menyediakan pendidikan inklusi. Tapi sepertinya masih bersifat ditunjuk oleh Dinas Pendidikan gitu, Mbak. Jadi kesiapannya masih kurang. Sementara sekolah inklusi biasanya butuh SDM khusus, ya. Kabar baik nih di Sampoerna University terbuka pendidikan inklusi, jadi makin besar kesempatan teman-teman disabilitas untuk mendapatkan pendidikan tinggi.
Senang sekali karena kini ada kampus yang memiliki kurikulum internasional juga mendukung dan memberikan ruang bagi sahabat-sahabat disabilitas yang ingin mendapatkan hak pendidikan yang sama.
Semoga dengan belajar menggunakan kurikulum internasional, semua WNI bisa mendapatkan peluang yang sama setelah lulus kuliah.