Bagi sebagian orang Indonesia, terutama di daerah mayoritas muslim, pergi beribadah haji ke tanah suci adalah hal yang istimewa. Makanya biasa diadakan tradisi pelepasan dan penyambutan orang yang berangkat dan pulang haji. Di Palembang pun demikian.
Tradisi pelepasan haji biasanya dilakukan oleh keluarga dan kerabat dekat. Dilakukan beberapa hari dan pada saat pemberangkatan ke asrama haji. Acaranya diisi dengan pengajian dan kumpul-kumpul keluarga. Tak lupa kegiatan makan-makan yang dirayakan dengan meriah.
Sementara itu, untuk kepulangan, ternyata di Palembang ada yang unik. Soalnya di sini ada tradisi menjamu haji untuk menyambut kepulangan jemaah haji. Jika biasanya jemaah haji menyambut tamu di rumahnya, tetapi tradisi Palembang malah berkebalikan.
Menjamu Haji, Tradisi Palembang Menyambut Kepulangan Jemaah Haji
Nama tradisinya ialah jamu haji atau menjamu haji. Jadi jemaah haji yang baru pulang diundang ke rumah kerabat dan teman untuk disambut dengan meriah. Makanya dulu zaman nenek Molzania, setiap tahun selalu mengadakan acara menjamu haji di rumah untuk teman-temannya.
Isi kegiatannya sebetulnya sama saja dengan hajatan. Ada acara makan-makannya juga. Akan tetapi, orang yang baru pulang haji akan diperlakukan istimewa. Mereka disambut bak tamu agung. Tak cuma disuguhkan aneka makanan, tetapi juga diberi tempat khusus.
Karpet tempat mereka duduk lebih tebal. Salah seorang diantaranya disuruh untuk memberikan sambutan untuk para tamu. Begitu pulang, mereka diberi banyak hadiah dan makanan untuk dibawa ke rumah.
Makanya dulu sewaktu nenek pulang haji, beliau sibuk sekali. Hampir tiap hari ada undangan menjamu haji dari teman-temannya. Meriah sekali pokoknya.
Nah kemarin Molzania dan keluarga menghadiri acara jamuan haji Kakak Haji Maliki Satia Negara. Alias Yai Najib, MC Kondang Palembang. Ternyata ada sedikit perbedaan.
Kalau zaman dahulu, kebanyakan makanan yang disuguhkan dalam bentuk hidangan alias tradisi ngobeng. Tetapi zaman sekarang sudah pakai campur pakai prasmanan.
Khusus di kediaman Yai Najib, kalau di dalam rumah mereka menggunakan tradisi ngobeng. Nah pas di luar rumah, makanannya disajikan ala prasmanan.
Kain Muzawarah, Outfit “Emas” Palembang Untuk Wanita yang Sudah Berhaji
Inilah hal unik lainnya pada tradisi menjamu haji wong Palembang. Di sini setiap wanita yang sudah berhaji menggunakan kain muzawarah. Bahasa Palembangnya disebut mujawaroh. Bentuk kain mujawaroh pada dasarnya sama seperti pashmina segi empat biasa.
Kainnya kaya warna. Terbuat dari kain sutra. Ada yang transparan, ada pula yang tidak. Motif kerudung atau jilbab mujawaroh ini ada yang terbuat dari benang emas. Mirip seperti songket asli Palembang, ya.. jadi bakalan terlihat mewah pokoknya.
Seperti halnya kerudung mujawaroh yang Molzania kenakan di atas. Kata mama motifnya terbuat dari benang emas 24 karat. Makanya terlihat berkilau dari kejauhan. Kerudung mujawarohnya peninggalan dari almarhumah Emak alias nenek Molzania.
Kata mama Molzania harga jilbab mujawaroh Emak itu dulu 250 ribu. Dibeli tahun 1980-an. Bisa dihitung harga kerudungnya zaman sekarang. Mungkin udah berkisar jutaan. Makanya jilbabnya Emak disayang banget.
Sekarang kerudung mujawaroh dan songket benang emas sudah mulai langka. Kebanyakan pakai benang perak dan logam metalik. Soalnya harganya mahal dan buatnya susah cynn.. 😀
Idealnya kerudung mujawaroh ini dililitkan ke kepala menyerupai topi. Kita bisa bebas berkreasi. Namanya juga cewek, kan ya? Hehe..
Kain muzawarah ini wajib dikenakan sepanjang acara menjamu haji. Untuk membedakan antara orang yang pulang haji sama tamu biasa.
Oh ya selain jamuan haji, wong Palembang juga menggunakan kain mujawaroh ini saat menghadiri acara pernikahan. Baik untuk tamu atau tuan rumah. Sebagai simbol bahwa dirinya sudah pergi haji. Kalau belum pergi haji, biasanya akan merasa malu untuk mengenakannya. Bakalan jadi bahan ejekan.
Outfit mujawaroh ini khusus wanita saja. Kalau cowok gak ada. Haha.. Gimana nih menurut sobat semua? Apa ini hal yang unik? Belum ada nih yang mengulas tentang ini di internet.
Soalnya tradisi ini sudah mulai langka dan ditinggalkan. Makanya Molzania berinisiatif mengulasnya di blog. Hanya orang Palembang tertentu yang masih melestarikan budayanya ini.
Menurut Molzania, acara semacam ini seru dan sah-sah saja. Selama tidak memberatkan, ya nggak masalah. Toh tujuan utamanya untuk menjalin silaturahmi. ^^